Minggu, 29 Januari 2012

Lanjutan :)

Cerahnya mentari pagi
Suara ayam berkokok
Embun yang membasahi kaca jendela dan dedaunan
Angin yang melewati setiap lorong ruang dirumah
Nafas yang ku hembus untuk setiap langkah hidupku

Waaawww...
Sudah jam 5 ternyata !!! Gubrak..
Kamu ngapain sih sab kok histeris amat kan masih pagi tu jangan grusah-grusuh deh gak baik kalau dilihat sama tetangga apa gak malu coba. Hei kita belum sholat subuh  mendingan ambil air wudlu terus sholat bareng, baru deh mandi dan siap-siap sekolah kan bisa lebih tenang. Bener juga sih al apa katamu lebih baik sekarang ayo kita bangun, sahut sabrina tersenyum lebar. Ketika mereka hendak sarapan terdengar suara klakson mobil didepan rumah Alya spertinya ia juga mengenali mobil itu dan ternyata benar pacar papanya sudah stand by didepan rumah dengan baju merah mudanya. Ah tante girang pagi sekali udah dateng kerumah mau ngapain lagi sih dia lagian papa kan mau nganter aku cari sekolah baru malah keduluan tante gila itu, bentak Alya kesal. Kamu itu ya pagi-pagi udah ngomel-ngomel sama orang lain kalau seandainya tante girang menjadi mama barumu gimana? Haha bercanda hloo yaa...sana siap-siap katanya mau cari sekolah baru, ucapku sok dewasa. Okedeh sahabatku tercinta aku pulang sampai nanti dan sampaikan salamku pada ibumu.
    Setelah Alya pulang dari rumah aku langsung cepat-cepat berangkat sekolah pasti pacarku nabil sudah menunggu lama dari tadi, langkah kaki ku percepat hingga nafas ngos-ngosan. Walau kita beda sekolah dia sekolah di SMA N 2 BANDUNG, dia tetap setia menemani hari ku yang banyak kegiatan sampai-sampai aku tak tega melihatnya. Dulu pernah sampai kehujanan basah kuyup gara-gara nungguin aku didepan sekolah waktu ada ekstra penuh deh, sebenarnya aku mau menemani didekatnya tapi itu tidak mungkinlah sempat juga dia ku suruh pulang dulu biar gak kehujanan tapi malah menolak perintahku dengan tegas otomatis aku kalah ya kalau begitu terserah dia saja mungkin bukti dari ketulusan cintanya. Aku sedih akhir-akhir ini kita jarang pulang bareng karena tugas sekolah dia banyak tugasku juga banyak disekolah maklumlah dia ikut OSIS aku ikut DP. Tapi gak papa juga sih lagian bisa maen kerumah terus bercanda bareng.

    Terik matahari menemaniku disetiap langkah sampai rumah. Huhhh haus sekali rasanya tenggorokan kering kerontang, lebey deh aku. Rumah sepi sekali tiada orang, ibu juga kemana ini  belum pulang biasanya pintu dikunci kalau pergi ini kok gak dikunci apa kelupaan ngunci pintu apa emang di sengaja. Entahlah aku malah bingung jadinya mending aku maen kerumah Alya saja dari pada dirumah sendirian bisa jadi ada hantu siang muncul, ih sereeeemmmm. Sesampai dirumah Alya aku terdiam melihat ayah Alya membaca koran sambil minum teh diteras rumahnya membuat ku ingat kepada almarhum ayah aku merenung andai saja ayah masih ada, ucapku pelan sambil meneteskan air mata. Sabrina kenapa menangis sayang? Tanya ayah Alya bijaksana. Mencari Alya apa mau mencari om nih kalau Alya belum pulang, katanya tadi main ditaman. Oh ya udah om kalau begitu aku nyusul saja ketaman. Langkah ku percepat ke taman dan dipertengahan jalan aku bertemu dengan ibu, ia malah menyuruhku pulang membawakan barang belanjaannya. Sesampainya ada sepeda didepan rumah,ternyata teman sekolahku pada main, si Wida, Hasna, dan Putri. Tumben kalian main kerumahku emangnya ada acara apa has? Tanyaku kepada hasna. Loh kita kan tadi sudah sepakat mau ngerjain tugas matematika dirumahmu masak sudah lupa sih sab. Oh iya untung kalian jadi kesini, yaudah ayo masuk kedalam ngerjain tugas sambil nonton film.
Di sebuah rumah sederhana, aku duduk di atas sofa. Tangan kananku memegang sebatang cokelat. Di tangan kiriku, aku memainkan sebuah permainan, di handphone kesayanganku.
“Wida, perasaan dari tadi  lo makan cokelat terus. Apa enggak takut gemuk?” tanya Putri, sambil duduk di sofa  yang terletak di samping kanan tempat dudukku
“Iya, gue heran deh sama Wida. Padahal kalau makan cokelat enggak tanggung-tanggung. Sekali makan bisa habis dua batang. Tapi kenapa badan lo enggak gemuk sih?” Hasna yang dari tadi sibuk ber-SMS-an dengan Alif, pacarnya, ikut melibatkan diri dalam obrolan kami.
“Jangan-jangan lo muntahin lagi, ya?” timpa Putri, sebelum Wida  menjawab pertanyaan dari mereka.
“Wah, jangan-jangan iya, nih. Lo bulemia ya?”
“Bulemia? Yang benar tuh, bulimia. Bukan bulemia. Makanya kalau punya kamus kedokteran itu dibuka-buka. Jangan disimpan aja,” ledek Putri, sambil tertawa terbahak-bahak.

Begitulah suasana di rumah jika kumpul bersama. Selalu ramai dengan canda tawa. Kata-kata yang Hasna dan Putri  lontarkan, terkadang memang dalam. Tapi memang begitulah mereka. Ceplas-ceplos.

Untuk menanggapi mereka yang seperti itu, aku dan Wida  harus menganggap bahwa kata-kata yang mereka lontarkan itu tidak serius. Mereka hanya bercanda. Kalau aku mengganggap serius kata-kata mereka. Dijamin, aku enggak akan betah main dengannya.
“Eh, tapi benar enggak sih, kalau lo bulimia?” Hasna masih penasaran.
“Ya, enggak lah. Ngapain juga gue harus muntahin makanan yang sudah gue makan. Kalau gue ngelakuin itu, bisa-bisa, dinding perut, usus, ginjal, gigi, semuanya rusak. Dan yang lebih parah, gue bisa meninggal karena kekurangan gizi. Mending gue meninggal karena dicium Nailul, dari pada gue meninggal karena kekurangan gizi,” aku yang sejak tadi bergeming, akhirnya menanggapi kata-kata mereka.
“Cieee... yang tadi pagi baru jadian. Omongannya enggak nahan.”  Setelah tugas selesai teman-teman pulang kerumah masing-masing, uh sepi lagi deh, bilangku dalam hati.

Tiba-tiba Alya datang kerumah

“Sabrina aku mau curhat!” Alya sahabatku yang sudah berdiri didepan pintu, padahal baru 10 menit teman sekolahku pergi gantian kamu yang dateng. Hehehe tapi ayolah masuk aku gak sabar nih denger ceitamu. Dikamar ku saja ya  curhatnya biar lebih tenang dan gak ketauan ibu. Sesampai dikamar, Alya langsung berbaring dikarpet yang berada tepat ditengah deretan lemari. Aku yang memang sudah lelah, ikut berbaring disampingnya.
“Sabrina lo tau enggak, tadi gue ketemu sama cowok cakep banget. Rambutnya ikal, matanya coklat, hidungnya mancung, didekat matanya ada tahi lalat, senyumnya manis. Pokoknya sempurna banget, gue suka sama dia”
“Ketemu dimana? Namanya siapa?” tanyaku antusias. Perasaan lelah itu hilang seketika, tergantikan oleh semangat yang baru. Karena baru kali ini  Alya menceritakan tentang perasaannya pada seorang pria. Baru kali ini dia jatuh cinta. Padahal usianya sudah hampir tujuh belas tahun.
“Gue ketemu dia waktu di taman. Namanya Nabil.”

Tidak ada komentar:

Posting Komentar