Minggu, 29 Januari 2012

lanjutan 2 :)

“Siapa?!” tanyaku tak percaya
“Nabil. Nabil Fauzan. Kalau enggak salah dia sekolah di SMA N 2 BANDUNG, soalnya tadi pake seragam identitas sekolahnya. Lo kenal?!  Ih salamin ya.”

Seluruh rasa antusias itu seakan luruh. Semangatku untuk mendengar cerita Alya hilang begitu saja. Kebahagiaan yang tadi sempat mengisi lerung hatiku tercabut scara paksa. Meskipun begitu aku tidak ingin mengecewakan Alya. Aku tetap mendengarkan cerita tentang pertemuannya dengan Nabil. Tak tega rasanya membuat kecewa, ia begitu semangat, begitu bahagia. Aku benar benar bingung sekarang. Aku harus bagaimana? Alya ternyata mencintai Nabil, pacarku sendiri. Ini bukan salahnya, karena dia tak pernah mengetahui bahwa aku dan Nabil sebenarnya pacaran. Ini kesalahanku karena tidak pernah cerita sama Alya. Tapi aku juga tidak tega menghancurkan perasaannya. Cinta pertamanya !

***
   

Malam setelah belajar aku sms Nabil, menanyakan jadwal kegiatan besok disekolahnya. Baguslah kalau besok gak ada jam tambahan ataupun ekstra, aku kan mau bilang sesuatu sama dia. Paginya aku berangkat sekolah dengan Nabil, dengan perasaan bingung menghanyutkanku dalam kegembiraan dan sedikit senyuman untuknya.

“Nabil, hari ini kamu gak ada ekskul kan?”

“enggak ada. Emangnya kenapa?”

“Aku ingin ke kebun teh. kamu mau menemaniku?”

“untuk kamu apa sih yang enggak!”

“baiklah, nanti sehabis sekolah ya?”

“okelah”


Setelah bel pulang berbunyi aku bergegas keluar kelas tanpa menyapa teman-temanku. Nabil sudah menunggu di depan sekolahku, kita pun berangkat. Semilir angin menerpa wajahku, yang terduduk dihamparan pepohonan. Rambut ikal bergelombang mengikuti arah angin berhembus, aku terdiam dan merenung dibawah pohon besar.  Nabil duduk disamping kananku, kedua kakinya diluruskan. Tangannya memainkan butir-butir tanah yang ada disamping kanan dan kirinya. Selama beberapa saat kami terdiam. Hanya terdengar suara klibatan daun yang digerakkan oleh angin. Sabrina, sebenarnya apa yang ingin kamu katakan? Tanya Nabil. Ia seakan merasakan ada sesuatu yang kusembunyikan. Aku bangkit kemudian berseru, Nabil aku ingin bermain dengan burung itu. Aku mengalihkan pembicaraan. Nabil kemudian menggenggam dengan lembut tanganku. Aku menatapnya, mataku dan matanya saling beradu. Ada kepedihan di hatiku. Kemudian aku melepas genggaman Nabil. Dengan santai aku melangkah mendekati burung-burung yang terbang itu. Nabil menyejajarkan langkahnya dengan langkahku. Aku menghentikan langkahku saat ranting pohon terjatuh tepat dihadapanku. Nabil masih berada di sampingku.

“sayang, kamu kenapa? Pasti ada sesuatu hal yang ingin kamu kaakan padaku.”Tanya nabil penasaran.
“Nabil, kita adu lari yuk. Sampai batu besar dekat sungai itu ya,” untuk kedua kalinya aku mengalihkan pembicaraan.
“Oke. Tapi kalau kamu kalah, kamu harus mengatakan yang sejujurnya. Apa yang sebenarnya kamu sembunyikan.”

Setelah aku merasa letih, aku kemudian berhenti dan berbalik. Ternyata aku sudah jauh meninggalkan Nabil yang memang tidak ikut berlari. Masih dengan nafas tersengal-sengal, aku kembali berlari kearah Nabil. Aku merasakan beban dihatiku kini sedikit berkurang. Kamu curang ah bil, seruku masih dengan tersengal-sengal. Kamu larinya semangat banget sih. Jadi aku enggak bisa menyusul deh, jawab Nabil sekenaknya. Aku kemudian terdiam. Pandanganku kembali terfokus, namun kini sebuah senyuman mengembang dari bibirku. Perasaanku lebih tenang.

“Sayang, sebenarnya ada apa sih??”. Tanya Nabil masih penasaran.
“Aku hanya ingin menghabiskan waktu denganmu. Hanya bersamamu, hari ini,”jawabku dengan pandagan terfokuskan.

Nabil kemudian tersenyum, sambil berkata,”Aku pikir kamu mau cerita sesuatu. Karena kamu selalu mengajak aku ke kebun the kalau mau cerita sesuatu.”

“Masa sih?”
“Bukannya  iya?”

Kami pun bercanda dan tertawa. Menghabiskan hari ini bersama. Berdua dikebun teh. Kami bercanda dan tertawa, hingga senja berada di ufuk barat. Aku mengatakan, “Nabil, aku sudah memutuskan bahwa aku enggak bisa melanjutkan hubungan kita. Aku enggak bisa pacaran sama kamu. Ada seseorang yang lebih pantas untukmu.”
“Maksud kamu apa?!”

Aku kemudian menarik nafas dalam dan panjang. Menghembuskannya perlahan, aku berusaha tersenyum meskipun hatiku terluka. Sama seperti yang Nabil rasakan saat ini. “Aku sudah terlalu sering menyakitimu. Aku tidak berhak mendapatkan cintamu. Kamu berhak mendapatkan wanita lain yan lebih baik dariku, dia adalah Alya.”ucapku putus asa. Alya itu sahabat kecilku yang sekarang pindah di sini, ia menyukaimu saat bertemu ditaman. Kamu inget kan waktu itu kamu senyum dengannya?
“Alya? Sahabat kecilmu? Sabrina, cinta itu bukan bola yang bisa kamu oper sesuka hatimu, sekalipun kepada sahabat kecilmu!” Nabil marah besar.
Hatiku semakin terluka, aku menyadari bahwa cinta memang bukanlah sebuah bola. Tapi demi kebahagiaan Alya, aku berharap cintamu seperti halnya sebuah bola. Sehingga cinta itu dapat dioper kepada Alya, dan membuatnya bahagia. “Terserah apa katamu!”, aku hanya mencintai seorang gadis yaitu kamu. Kamu yang membuat hati ini bahagia, yang membuat hari ku selalu tersenyum. Apa segampang itu aku melepasmu???? TIDAK, jawab Nabil penuh emosi.

Kemudian kami pulang kerumah.
Malamnya Alya belajar dirumahku, dia merasa bingung melihatku sedih, dia juga mencoba menghiburku dengan kabar gembiranya soal sekolah barunya, dia diperbolehkan papanya. Tapi hanya senyuman kecil yang aku lontarkan kepadanya. Alya merasa bersalah, dia mencari tahu penyebab semua yang terjadi. Tanpa disengaja ia menemukan foto Nabil dan buku harianku di bawah bantal, dia pun berfikir panjang diatas kasurku sambil memegang foto Nabil dan membaca sedikit buku harianku. Saat itu aku lagi ke dapur membuat minum untuk Alya, Tetapi setelah aku kembali kekamar Alya sudah pergi. Paginya aku meghampiri Alya untuk berangkat sekolah bersama.

penjaga rumahnya berkata, “Mencari non Alya nak? Tadi pagi sekali ia dan Papanya pindah rumah di Jakarta bersama mama barunya.” 

Hloo kok tidak bilang-bilang ya pak? jawabku heran.

“Emang pindahnya dadakan nak , baru tadi malam yang beres-beres untuk pindah dan non Alya juga tidak mengetahui rencana papanya untuk menikah dengan pacarnya itu.” Penjelasan dari penjaga rumah Alya.

Aku bengong menatap penjaga rumah Alya

“Oh iya nak, tadi non Alya menitipkan surat kepada bapak untuk diserahkan kepada nak Sabrina” sambil di serahkannya surat itu kepada ku.

“terimakasih ya pak? Aku berangkat sekolah dulu.” Jawabku tersenyum, sedikit kecewa.
“iya, hati hati nak”



Akupun tiba disekolah dan dengan tenang duduk dibawah pohon beringin depan kelasku, segera aku membuka surat dan membacanya.

Dear My close friend Sabrina

Aku kirimkan surat ini sebagai permohonan maafku kepada mu
Sungguh aku tak mengetahui yang sebenarnya terjadi
Tapi, sekarang aku mengetahui semua
Ini semua bukan salahmu melainkan aku tak mengetahui yang sebenarnya
Katakan pada Nabil kalau kamu masih cinta padanya
Dan sampaikan maafku padanya karena membuat kau dan dia terluka
Aku minta maaf sepenuh hati
Malam itu sebelum aku pergi ke Jakarta, tidak sengaja
Aku menemukan foto Nabil dibawah bantalmu
Aku juga tidak sengaja membaca buku harian mu
Sahabat…
Kau selalu ada untuk ku
Terimakasih atas kasih dan sayangmu selama ini
Samapi kapanpun kau tetap sahabat terbaik ku
        Oh iya,,maaf kalau aku belum sempat cerita mengenai pindah rumah
        Soalnya aku juga dadakan diberi tahu papa
        Dan dengan sisa waktu, aku memanfaatkan selembar kertas ini dengan
        Coretan tinta untukmu..
        Lebih aneh lagi sab, tante girang yang dulu, sekarang menjadi mama baruku
        Beliau sebenarnya baik dan ramah,
hanya kita salah menilai dari penampilannya
Belum ada satu minggu kita bertemu tapi udah berpisah..
Kapan-kapan aku berkunjung kerumahmu lagi..
Suatu saat nanti, itu pasti
Udah ya Sabrina sayang, seperti biasa sampaikan salamku kepada ibumu..
Dan ingatlah
Aku selalu ada untuk kamu 

                            From : Sahabat mu Alya



Ku lipat selembar surat sambil meneteskan air mata. walau hati lega dan tersenyum, aku masih tak bisa menahan air mataku, sungguh mulia sekali hati sahabatku. Tapi mengapa ya Tuhan, dia harus jauh dariku.
Setelah bel masuk berbunyi, aku masuk kelas dan  mengikuti pelajaran seperti biasa dengan teman-teman. Bercanda, tertawa, tersenyum adalah kegiatan sehari-hari yang kami lalui bersama.



~SELESAI~





1 komentar: